Bagaimana Pelaksanaan Perkuliahan Saat Bulan Ramadhan?

4 20240328 050230 0003Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dinantikan oleh umat muslim, seperti halnya warga Indonesia yang mayoritas beragama islam bersama-sama untuk merayakan serta menjalankan ibadah puasa. Dengan adanya kegiatan berpuasa, maka ada beberapa kebiasaan yang berubah daripada biasanya, seperti dalam hal proses perkuliahan.

Pada pelaksanaanya, tidak ada perubahan yang signifikan, para dosen dan mahasiswa seperti biasa melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya. Proses belajar mengajar pun pasti mendapatkan tantangan tersendiri dikarenakan sedang berpuasa, terutama pada kelas sore hari. Hal ini menjadikan pertanyaan bagi mahasiswa kelas sore baik offline maupun online, apakah ada kompensasi dan toleransi waktu mengajar pada kelas menjelang buka puasa.

Biro Akademik Universitas Widyatama menyampaikan bahwa waktu belajar pada jam sore diserahkan pada dosen masing-masing.

“Selama bulan ramadhan ini tidak ada keluhan yang berat kepada biro akademik. Sebenarnya untuk kompensasi itu sudah setiap tahun dilakukan, jadi tidak diatur secara jadwal. Tetapi, para dosen sudah mengetahui dan menjadi kebiasaan sebelum berbuka kelas sudah dibubarkan, ini berlaku juga untuk kelas online. Bahkan ada beberapa dosen yang tidak mewajibkan mahasiswa untuk on-camera. Terkait hal tersebut, bergantung pada masing-masing dosen. Pada dasarnya dosen mempunyai dua hak, hak nilai dan hak kehadiran. Pada saat kita hadir namun dosen menganggap kita tidak hadir itu adalah haknya dosen, dan mungkin ada pertanyaan yang tidak dijawab jadi memang itu adalah hak dosen, jadi kita hanya bisa mengikuti hak dosen. Dari pihak akademik sendiri mempunyai guide line dan sudah memberikannya ke dosen, jadi durasi waktu pembelajaran itu kembali ke dosennya masing-masing,” jelas Biro Akademik.

Beliau pun menjelaskan “Bahkan kelas sore pun ada takjil untuk dosen, untuk mahasiswa belum ada. Bagi yang mau tarawih juga kadang diizinkan oleh dosennya asal balik lagi ke kelas masing masing, begitu biasanya,”

Tidak hanya itu, ternyata para dosen pun memiliki tantangan sendiri dalam menghadapi keluhan-keluhan para mahasiswa dan dosen.

“Dari dosen dan mahasiswa pun mempunyai beberapa keluhan, dan keluhan tersebut sudah disampaikan kepada sentra, ada pro dan ada kontra. Dulu ada 10 orang dari mahasiswa mengadu ia tidak keberatan dengan video conference, bertahun tahun juga kita menerima keluhan mahasiswa yang mengadu ia kuliah tetapi tidak seperti kuliah karena tidak tau dosennya siapa dan tidak pernah bertemu saat kelas online, jadi akademik pun bingung mau mendengar yang mana. Akhirnya akademik pun mungkin nanti akan ada pengumuman dari warek yang wajib itu REG A karena REG B masih balik kepada metode yang sebelumnya yaitu kelas karyawan, tetapi sebenarnya akademik itu rugi karena apa salahnya jika kuliah dapat ilmu lebih”.

Menurutnya, dalam menerima keluhan kita harus melihat dari dua sisi.

“Kita harus melihat dari dua sisi, pada saat kita menerima keluhan dengan adanya satu kebijakan, kita juga harus melihat keluhan yang tidak ada kebijakan tersebut. Contohnya kasus yang paling ekstrim yaitu tatap muka di tiap perkuliahan/pertemuan, terkait ini banyak yang kontra dan yang pro pun sama banyaknya. Misal ada satu orang yang bilang saya mau bukan berarti kita meniadakan yang satu, tidak, kita harus tetap memfasilitasi tapi di prakteknya itu haknya dosen. Jadi mungkin dari 10 orang cuma 4 orang yang tidak suka dengan adanya pertemuan video conference setiap hari. Tapi bukan berarti kalaupun cuma satu yang mau video conference tiap hari, bukan berarti kita tidak memfasilitasi, itu konsepnya. Akhirnya kita memfasilitasi itu semua. Mungkin dari REG B cuma 1 atau 2 orang yang oke tiap pertemuan tetap kita fasilitasi, tetapi jika memang pada protes kita bagi sekarang yang A dengan yang B. Jadi yang B tetap kembali dengan pertemuan video conference 4x”.

Pos terkait