Huru-Hara Penggulingan Pema: Tindakan Solutif atau Tidak?

Huru-Hara Penggulingan Pema: Tindakan Solutif atau Tidak?
Huru-Hara Penggulingan Pema: Tindakan Solutif atau Tidak?

Huru-Hara Penggulingan Pema: Tindakan Solutif atau Tidak?

sEntra – Berdasarkan hasil rapat pada Rabu (08/03/23) lalu, pihak MPM dan beberapa jajaran SEMA dan HIMA menyatakan bahwa tidak akan mencabut SP 2 dan ingin mengajukan petisi untuk menggulingkan Presiden Mahasiswa dan wakil Presiden Mahasiswa. Bahkan, mereka menyatakan bahwa perwakilan yang saat itu hadir pada rapat konsolidasi sudah memenuhi kuorum. Pernyataan tersebut tidak diterima oleh Presiden Mahasiswa juga Wakil Presiden Mahasiswa.

 

Bacaan Lainnya

Mereka meminta data yang konkret terkait suara yang sudah memenuhi kuorum tersebut untuk bisa menerima keputusan penggulingan. Pengambilan suara pun menjadi solusi. SEMA FIB, FEB, FT dan FISIP bersepakat mengumpulkan petisi untuk menurunkan Presma beserta Wapresma. Sedangkan FDKV tidak menyumbangkan suaranya.

 

Selanjutnya, beberapa perwakilan dari UKM yakni Unbol, Galeri Investasi, English Club, Timnas Akuntansi, serta Kewirausahaan berpendapat untuk memberikan waktu dalam memperbaiki poin gugatan terlebih dahulu kepada Pemerintahan Mahasiswa. Namun, hal yang penting untuk dikritisi adalah apakah keputusan penggulingan ini valid dan dapat diterima berdasarkan AD/ART ataukah tidak?

 

Cacatnya penggugatan Pema berdasarkan AD/ART

Dalam ART Bab IV Pasal 20 dijelaskan bahwa jabatan Presma dapat hilang atas ketetapan MPM dan khusus diadakan untuk itu. Tidak ada Pasal penjelas mengenai Pasal tersebut, juga tidak ada Pasal mengenai suara yang harus memenuhi ⅔ dari LK/OK. Sehingga seharusnya, ketika MPM memiliki alasan yang konkret dan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka keputusan MPM untuk memundurkan Presma dan Wapresma dapat diterima secara sah.

 

Namun, syarat selanjutnya adalah sidang MPM yang diatur pada ART Bab XIV Pasal 55 tentang Sidang MPM poin 3.a. bahwa sidang MPM dianggap sah apabila dihadiri oleh ⅔ dari jumlah MPM. Dengan catatan, seperti yang disebutkan dalam ART Bab III Pasal 10 bahwa “Majelis Permusyawaratan Mahasiswa yang selanjutnya disebut MPM UTAMA merupakan Lembaga Tertinggi Legislatif di tingkat Universitas yang dipimpin oleh seorang Ketua MPM beserta Wakil-wakil Ketua MPM”.

 

Pasal tersebut diperinci kembali pada Pasal 11 bahwa “Anggota MPM terdiri atas wakil-wakil mahasiswa Diploma-4 dan Strata-1 ditingkat Fakultas yang merupakan perwakilan dari setiap jurusan di Universitas Widyatama yang dipilih oleh Anggota Muda dan Anggota Biasa dalam pemilu KM UTAMA”. Mengacu kepada pasal-pasal tersebut, maka posisi MPM masa jabat sekarang yang diakui sebagai bagian dari MPM adalah satu orang, yaitu perwakilan dari jurusan manajemen. Dengan itu, maka suaranya dianggap tidak sah karena suaranya tidak mewakili ⅔ KM UTAMA atau kuorum.

 

Lalu poin selanjutnya, pada Bab II Pasal 8 AD/ART KM UTAMA pelanggaran AD dan ART serta segala peraturan yang berlaku di KM UTAMA diberikan sanksi dengan urutan sebagai berikut: (1) Teguran lisan, (2) Teguran secara tertulis, dan (3) Pencabutan keanggotaan. Dalam tuntutan yang dilayangkan, Presiden Mahasiswa dinilai telah melanggar Bab IV Pasal 19 tentang tugas, wewenang, dan tanggung jawab Presma, pada poin pertama, yaitu menjunjung tinggi AD dan ART KM UTAMA.

 

Selanjutnya, poin ke-10 tentang mengusahakan dan menjaga hubungan baik antar satuan kegiatan dan organisasi lainnya yang ada di lingkungan KM UTAMA. Lalu dinilai tidak optimal pada poin 19, yakni menyikapi kebijakan dan mengajukan usulan serta pertimbangan kepada Lembaga Pendidikan tingkat universitas. Maka dengan pelanggaran tersebut, Presiden Mahasiswa layak mendapatkan sanksi dengan urutan sebagaimana disebutkan pada ART Bab II Pasal 8.

 

Pada pernyataan MPM kepada Pers sEntra (06/02/23), ketua MPM sudah sering memberikan teguran baik secara langsung maupun melalui chat. Akan tetapi, pada pernyataan Presiden Mahasiswa (13/02/23), benar MPM telah memberikan peringatan lisan terkait poin kedua dari SP 1, akan tetapi belum memberikan teguran lisan pada poin pertama SP 1 dan poin-poin pada SP 2. Kesalahan pemberian SP juga ada pada teknis pengiriman, karena SP berupa soft file yang dikirimkan melalui e-mail juga ditebus kepada pihak Biro Kemahasiswaan dan juga LK/OK.

 

Poin ultimatum serta pernyataan sikap yang bermasalah

Setelah rapat pertama seluruh LK/OK, terdapat poin ultimatum yang disimpulkan oleh pihak MPM sebagai berikut: Menanggapi keresahan dari SEMA dan HIMA bahwa Pemerintahan Mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa tidak bekerja dengan optimal dan tidak menjalankan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya. Dengan ini KM UTAMA yang dihadiri oleh MPM SEMA dan HIMA memberikan Tuntutan kepada Pemerintahan Mahasiswa untuk:

  • Hak Asasi Mahasiswa,
  • Transparansi Dana IKM dari Pemerintahan Mahasiswa dan Biro Kemahasiswaan,
  • Keberpihakan Pemerintahan Mahasiswa,
  • Menuntut Pemerintahan Mahasiswa memperbaiki komunikasi dan koordinasi,
  • Menuntut keterlibatan Pemerintahan Mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa untuk diikutsertakan dalam sidang RKAT dana kegiatan LKOK, dan
  • Menuntut keterbukaan delegasi dan birokrasi.

 

Dengan ini, Pemerintahan Mahasiswa diberikan waktu 5×24 jam setelah audiensi untuk menjalankan poin tuntutan diatas. Jika dalam batas waktu yang telah ditentukan Pemerintahan Mahasiswa tidak bisa memenuhi poin tuntutan diatas, maka kami KM UTAMA sepakat untuk:

  • Menggulingkan Pemerintahan Mahasiswa,
  • Mengeluarkan mosi tidak percaya, dan
  • Memberhentikan seluruh kegiatan LK/OK hingga akhir masa bakti.

 

Pada poin kesepakatan KM UTAMA, setelah sEntra melakukan beberapa wawancara, kepada beberapa UKM dan Hima sebagai anggota dari KM UTAMA yang bersepakat tidak merasa dilibatkan dalam kesepakatan tersebut. Maka, pernyataan sikap di atas tidak dinyatakan valid karena tidak mengikutsertakan seluruh anggota KM UTAMA yang telah dinyatakan bersepakat.

Huru-Hara Penggulingan Pema: Tindakan Solutif atau Tidak?

Apa yang terjadi ketika Presma dan Wapresma digulingkan?

Saat keputusan penggulingan Presma dan Wapresma pada penutupan rapat konsolidasi (08/02/23), jajaran menteri memberikan pernyataannya untuk ikut turun dari jabatannya. Setelah penurunan Presma dan Wapresma serta jajarannya maka kedepannya akan terjadi kekosongan jabatan pada Lembaga Eksekutif Universitas Widyatama.

 

Menurut ART Bab XI Pasal 49 Poin 4 yang berbunyi “Apabila jabatan Presma dan Wakil Presma Universitas Mahasiswa hilang berdasarkan Surat Keputusan MPM, segala kegiatan eksekutif dilaksanakan oleh MPM sampai dilantiknya Presma dan Wakil Presma yang baru”.

 

Maka, MPM yang secara sah diakui hukum hanya satu orang akan menanggung seluruh wewenang dan tanggung jawab Pema hingga terbentuknya kembali Kabinet Pemerintahan yang baru. Lalu menurut pernyataan Presiden Mahasiswa, ada kemungkinan jika jajaran pemerintahan diturunkan, maka akan dibentuk jajaran pemerintahan sementara oleh MPM.

 

Dengan kondisi jajaran Pema yang sebelumnya kosong, maka dapat dipastikan yang menggantikan adalah orang-orang yang belum pernah menduduki kursi pemerintahan mahasiswa. Akankah hal tersebut bisa menjadi solusi?

Apakah solusi yang ditawarkan Pema dapat menyelesaikan masalah yang digugat?

Poin pertama gugatan adalah mengenai hak asasi mahasiswa. Menurut ART Bab III Pasal 14 mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab MPM, disebutkan pada poin ke-2 yaitu menampung dan menindaklanjuti aspirasi-aspirasi dari anggota KM UTAMA. Menurut Presiden Mahasiswa kepada sEntra (13/02/23), pemerintahan mahasiswa tidak menerima aspirasi mahasiswa dari pihak MPM. Untuk solusi dari permasalahan tersebut, Pema juga sedang merencanakan konsolidasi bersama KM UTAMA dan audiensi bersama Lembaga Pendidikan dan KM UTAMA.

 

Poin selanjutnya, mengenai dana IKM. Pernyataan Pema pada rapat konsolidasi bahwa Biro Kemahasiswaan memegang keputusan mengenai pembagian dana IKM, padahal yang telah disepakati oleh Biro Kemahasiswaan dan Pema bahwa wewenang pembagian dana IKM seluruhnya ada pada keputusan Pema.

 

Pada pernyataan staf Biro Kemahasiswaan (09/03/23), bahwa pernyataan tersebut tidak benar. Dana IKM sudah ditentukan sesuai dengan jumlah kesepakatan awal yaitu Rp 1.254.000 per termin dan akan dibagikan pada awal termin. Lalu, untuk sistem pembagian dana, Biro Kemahasiswaan menyelaraskan kembali teknis dengan AD/ART yang mana uang IKM dipegang di lembaga pendidikan yaitu Biro Kemahasiswaan.

 

Namun, berbeda dengan pernyataan Presiden Mahasiswa (13/03/23) bahwa kesepakatan awal dengan dokumen bertanda tangan antara Biro Kemahasiswaan dan Presiden Mahasiswa bahwa pengaturan dana IKM disetujui oleh Pema dan ditinjau oleh MPM dan juga Biro Kemahasiswaan. Akan tetapi, pada satu kasus dalam pengajuan dana IKM English Club, dana yang disetujui Pema berbeda dengan yang diterima English Club dari Biro Kemahasiswaan.

 

Pada poin administrasi, menurut pernyataan Presiden Mahasiswa, memang Pema mengakui keterlambatan dari proses administrasi, namun sebetulnya hal tersebut sudah diperbaiki Presma bahkan semenjak awal masa jabatannya karena berkaca dari kendala masa jabat sebelumnya.

 

Akan tetapi, perubahan sistem tersebut membutuhkan waktu bagi para staf untuk beradaptasi dan belum semua menteri melaksanakan sistem tersebut. Pema juga terus memperbaiki hal tersebut dan sedang berinovasi untuk berkolaborasi bersama HIMASI dan HIMATIF untuk merapikan administrasi berbasis internet.

 

Terkait Menteri yang bermasalah berkenaan dengan tanda tangan serta penerimaan proposal kegiatan, menurut keterangan Presiden Mahasiswa, ia sudah menindak menteri tersebut dengan tegas serta menjanjikan kinerja yang baik kedepannya.

Pos terkait