FTV Universitas Widyatama Kembali Menggelar Screening Film: Destiny From Nasgor

POSTER A2 scaled

Ruang Teater Gedung B lantai 6 Universitas Widyatama kembali riuh bersama dengan acara screening film “Destiny From Nasgor” yang di produksi oleh Mahasiswa Prodi Produksi Film dan Televisi Angkatan 2023 pada (30/04/2024). Acara screening film kali ini hanya menampilkan satu film dan dimeriahkan oleh banyaknya audiens seperti Siswa SMAN 21 Bandung, Mahasiswa Universitas Widyatama angkatan 2021, 2022, dan 2023, kru Egly Production, pemeran film DFN, dan tamu undangan lainnya. 

Film ini memiliki jalan cerita yang menarik dan unik. Tidak hanya membahas bagaimana masalah atau keresahan remaja zaman sekarang, namun hal-hal yang imajinatif juga turut andil dalam film ini. Nicky Richsandy, Mahasiswa Widyatama, selaku sutradara dan penulis film Destiny From Nasgor mengatakan bahwa pencetusan film ini berawal mula dari sebuah cerpen yang ia tulis saat mengikuti lomba bertemakan makanan lokal di tahun 2020. Ia memiliki ide untuk menggabungkan makanan lokal yang ia sukai “nasgor” dan juga keresahannya dengan strata sosial, sehingga terciptalah film ini.

Nicky menemukan banyak kendala dan hambatan ketika memproduksi film ini, terutama pada manajemen waktu. “Kadang kayak ada overtime, syuting malam bisa sampai lebih dari jam 12 malam. Keluar dari schedule lah pokoknya. Terus, kesulitan lainnya tuh kayak dari segi cuaca, yang kadang tidak bisa diprediksi, yang waktunya syuting tuh tiba-tiba hujan. Pas kita break, berhenti. Pas kita lanjut malah hujan lagi. Hal itu jadi kesulitan tersendirilah buat kita di produksi ini,” ujarnya. 

Amin Taufik, selaku produser juga mengeluhkan hal yang serupa saat produksi film ini. “Untuk produksi, Alhamdulillah, kita lancar semua tetap kondusif semua, talent dan kru juga. Paling kelupaan aja seperti kelupaan sesuatu tapi langsung gerak cepat dan sigap cari solusi gitu, dan soal implementasi apa aja dari aku selaku produser itu soal manajemen waktu. Minimal tepat waktu gitu,” ujarnya.

Kendala dan hambatan tidak hanya dialami oleh Nicky dan Taufik, namun juga dialami oleh Galih Odi (Director of Photography). Selama proses pembuatan film, ia mengaku bahwa visualisasi merupakan hambatan yang paling sulit untuk diatasi setelah proses produksi. Sangat sulit untuk menyesuaikan visualisasi dengan script. Ia juga mengaku bahwa untuk pra produksi filmnya sendiri memakan waktu yang cukup lama, sekitar  3 minggu sampai 1 bulan.  

Dokumentasi sEntra

“Pelajaran yang di dapat saat syuting adalah menjadi sadar bahwa untuk membuat film step by stepnya nggak segampang itu kita harus buat shortlist, cek lokasi syuting dan masih banyak lagi, sebenernya pelajarannya banyak banget kita jadi makin ngerti  kayak banyak yang harus di perhatiin,” ujar Galih Odi.

Banyak hal menarik yang terjadi selama proses produksi film ini, salah satunya hal menarik yang ada pada diri salah satu aktor bernama Faza. Selama proses produksi film ini, Nicky mengatakan bahwa Faza selalu mencairkan suasana setiap kali suasana menjadi tegang dan terlalu serius sehingga kru film terasa jauh lebih ringan dan lebih enjoy. Hal ini juga disampaikan oleh Fikri selaku editor online. Menurutnya, semua proses produksi film ini sangat memorable meskipun ia jarang terlibat. Hal ini dikarenakan hasil dari teman-teman dan tim yang semangat dalam mengerjakannya. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa teman-temannya sangat suportif sehingga ia tidak dapat menganggap remeh film ini.

Deka Aryanto, pemeran Alveiro dalam film ini juga memberikan tanggapan yang positif perihal proses produksi film ini. Menurutnya, selama proses produksi film ini banyak hal-hal menyenangkan dan menarik yang terjadi, sehingga ia pun enjoy menjalaninya. “Kesan pesannya dalam film ini mungkin kayak ngeliat temen temen bar uterus ngelakuin hal yang positif, kayak, karya ini asik-asik ajalah gitu,” ujarnya.

Keseruan film ini tidak hanya dirasakan oleh tim produksi, namun juga dapat dirasakan oleh penonton. “Seru, alurnya cukup menarik. Mungkin saya lihat dikit-dikit mirip sama referensinya kayak Sweet 21. Sama jokesnya menghibur sih, ujar Muhammad Hafidzal, salah satu penonton dari SMAN 21 Bandung. Selain itu, penonton juga merasa bahwa film ini memiliki pesan-pesan yang bagus dan menarik untuk disampaikan. Hal ini juga disampaikan oleh Nabila Jasmine, Mahasiswi Universitas Widyatama. “Jadi pengen nasi goreng, hahaha. Sama ini sih, film ini mengajarkan bahwa bullying itu tidak baik.”

Pak Akbar, selaku dosen mata kuliah teknik editing turut memberi tanggapan mengenai film ini. “Film ini keren, terutama dalam cinematographynya. Editing dan casting pemerannya bagus dan dapat karakternya kayak si Anggi yang cocok banget,” ujarnya.

Pada saat ini Nicky sedang menggarap beberapa film lainnya dan dalam tahap pengembangan. Ia berharap semoga tahun depan nanti film-filmnya dapat secepatnya diproduksi dan ditayangkan secara publik, serta dapat menginspirasi orang-orang untuk berkarya dan membuat film berkualitas.

Pos terkait