Wonderland Cinema: Apresiasi Film Pendek Bersama Himasivisi UTama dan HMFT UPI

wonderland cinema

Wonderland Cinema: Apresiasi Film Pendek Bersama Himasivisi UTama dan HMFT UPI

screening film wonderland cinema

sEntra – Screening film merupakan forum yang menyediakan kegiatan menonton bersama pertunjukan khusus sebagai bagian dari  produksi dan rilis film. Film tidak hanya ditampilkan, namun juga diperbincangkan hingga didiskusikan sehingga film tidak berhenti pada proses produksi dan distribusi saja. 

Bacaan Lainnya

Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh kalangan profesional di industri film, tetapi juga terbuka untuk mahasiswa yang memiliki minat terhadap seni visual, termasuk mahasiswa dari Himasivisi (Himpunan Mahasiswa Produksi Film dan Televisi) Universitas Widyatama. Bersama dengan HMFT UPI, Himasivisi Universitas Widyatama menggelar acara berjudul Wonderland Cinema di Ruang Teater Gedung B lantai 6, Universitas Widyatama, pada Jumat (06/10/2023).

Acara ini dihadiri oleh beberapa audiens dari kalangan pelajar seperti mahasiswa, baik dari dalam kampus Widyatama atau pun luar kampus, dan juga dihadiri oleh siswa SMKN 5 Bandung. Berkat kerjasama dengan HMFT UPI, acara ini dimeriahkan oleh antusiasme para audiens yang hadir. Audiens disuguhkan dengan screening 3 film berjudul “Njenengan Ayu Lan Aku Tresna”, “Nightmare”, dan “Pulangkeun Hayam Aing, dengan dua diantaranya yaitu “Njenengan Ayu Lan Aku Tresna” dan “Nightmare“, merupakan hasil karya mahasiswa Universitas Widyatama. 

Rio Adi Saputra, selaku Ketua Pelaksana acara, mengangkat nama Wonderland Cinemadengan maksud layaknya wahana bermain, yang dipenuhi kesenangan dan kebahagiaan. Screening film ini juga merupakan salah satu program kerja dari Himasivisi Universitas Widyatama sejak angkatan 2020 dan dijadikan sebagai wadah untuk mengapresiasi karya film dari mahasiswa dan pembuat film, sehingga mahasiswa dapat lebih unjuk taring dalam menunjukkan karya-karyanya. 

Rio mengaku ini kali pertamanya membuat acara screening film. Dalam proses pembuatannya sendiri ia hanya membutuhkan waktu 1 minggu. Berbagai hal menarik juga ia temukan dalam proses pembuatannya. “Kalau hal menarik sih, jujur ini juga pertama kali saya sebagai ketua pelaksana, jadi saya selalu minta masukan ke temen-temen. Jadi biar sama-sama bertukar pikiran yang bikin asiknya.” tuturnya.

Berkat bantuan dari kakak tingkat dan rekan-rekan, selama proses persiapan sampai acara berlangsung ia merasa terbantu sehingga ia tidak menemukan hambatan. “Selama proses pembuatannya sendiri, jujur sih, gak ada hambatan. Karena angkatan 2020 dan 2021 nya juga sangat membantu banget gitu. Kalau misalkan ada kesalahan apa dicariin solusinya.” ujarnya.

Kegiatan pada acara ini tidak hanya berupa screening film, namun juga diliputi sesi diskusi dan tanya jawab oleh moderator. Pada sesi diskusi dan tanya jawab pertama, Muhammad Thoriqul Ihsan, selaku Mahasiswa FTV 2020 dan Sutradara film pendek bertajuk “Njenengan Ayu Lan Tresno” mengungkapkan beberapa hal terkait filmnya seperti alasan dibalik pembuatan film tersebut, lokasi shooting, pemilihan genre, dan sebagainya.

Thoriq menyampaikan pencetusan film tersebut terjadi bukan semata-mata hanya membuat film, namun juga dikarenakan penugasan dari Pemprov Jabar untuk menceritakan Kota Solo. Dalam proses pembuatannya sendiri, Thoriq mengaku ia membutuhkan waktu 2 bulan. “Kalau dari tahap developer sampai ke pasca produksi, dari pengembangan cerita sampai film itu bisa dikirimkan itu sekitar 2 bulan. Penulisan naskah sih yang lama. Untuk proses syutingnya cuma 1 hari dan editing juga 1 hari.” ujarnya.

Untuk prosesnya sendiri pun tidak mudah. Terdapat berbagai macam hambatan yang harus dihadapi Thoriq untuk bisa menyelesaikan filmnya. “Kalau hambatan tuh masing-masing tahap development, kendalanya tuh yang pertama uangnya. Apa ya? masih tentatif antara cair atau enggak. Terus sudah masuk tahap pra-produksi ketika film ini mikirin tentang lokasi dan lain sebagainya itu aku belum tahu berangkat kesana tuh jadi atau engga. Terus pas udah terjawab oke aku berangkat. Nah, pas di tahap produksi ada lagi kendala, ternyata lokasi yang aku pilih nggak dapat izin, terus juga perubahan skenario lah. Terus juga belum pernah reading sama talentnya lah. Jadi, banyak kendala banget ketika produksi sampai ke tahap pasca produksi. Editing pun sama yaitu, waktu pengumpulan itu jam 22.00 WIB sedangkan aku baru mulai editing tuh jam 20.00 WIB. Jadi aku cuman punya ada waktu 2 jam buat ngedit film itu dan alhamdulillah selesai juga film itu diproduksi.” tuturnya.

Pada film ini, berbagai macam hal identik perihal Kota Solo seperti kota ramah, hangat, dan romantis sangat ditonjolkan. Oleh karena itu, adegan-adegan dalam filmnya juga dibuat romantis dan sesuai dengan tema dibalik filmnya yang juga romantis. 

Film ini tidak hanya sekadar film romantis, namun juga turut menyampaikan inspirasi dibalik ceritanya sendiri. “Kalau inspirasi sendiri sih, cuma mau ngasih tau aja ke orang-orang bahwa, ya, namanya orang beda daerah itu ketika dipertemukan di satu tempat yang sebenarnya tidak direncanakan datang ke lokasi itu, tapi sebenarnya masing-masing tempat punya ceritanya tersendiri. Punya apa ya? punya sejarahnya tersendiri sih, jadi aku mau kasih tahu dimana pun kalian berada, bukan berapa lama kalian ada di tempat itu, tapi seberapa pengaruh kalian ada di tempat tersebut.” ujar Thoriq.

Wonderland Cinema: Apresiasi Film Pendek Bersama Himasivisi Universitas Widyatama dan HMFT UPI

Sesi diskusi dan tanya jawab tidak hanya dilakukan oleh Thoriq, namun juga dilakukan oleh Rizky Satrio Pradana selaku Sutradara “Nightmare” saat acara berlangsung. Film bertema gore ini merupakan tugas UAS Rizky bersama rekan-rekannya di semester enam, sekaligus juga menjadi film genre gore pertama di program FTV 2020 Universitas Widyatama. Dalam sesi wawancara dan sesi tanya jawab kedua, Rizky turut menyampaikan alasan, kesulitan, makna perubahan lighting, dan hal-hal menarik dibalik filmnya.

Pengusungan genre gore dalam film ini merupakan sebuah inspirasi dari salah satu talent di film tersebut. Dengan sedikit memiliki nuansa religi, salah satu teori Islam tentang pengangkatan dan penyiksaan seseorang saat kematiannya menjadi inspirasi dibalik tercetusnya film tersebut. Selain itu, Rizky juga mengatakan tema ini diusung karena ia ingin mencakup tugas mata kuliah special effect, sehingga ditambahkan beberapa efek gore pada film tersebut.

Yang membuat film ini semakin terlihat unik, Mahasiswa berusia 50 tahun juga turut menjadi aktor pada film ini. Saat film tersebut diperlihatkan, permainan sandiwara oleh mahasiswa tersebut terlihat sangat lentur, piawai, dan natural, ditambah dengan berbagai efek, perubahan warna lighting, dan juga penyampaian isi cerita berhasil memukau banyak audiens serta memeriahkan acara tersebut.

Mengenai prosesnya, Rizky menyampaikan bahwa ia membutuhkan waktu 2 bulan. “Kalau proses filmnya dari benar-benar awal sampai akhir tuh kira-kira 2 bulanan ya, jadi pas hari syutingnya itu tanggal 30 Juni, perencanaan pembuatan kru film itu tanggal 6 Juni, itu pas selesainya tuh awal-awal Agustus.” tuturnya.

Hambatan dan kesulitan tidak luput dalam prosesnya, hal ini diungkap oleh Rizky saat wawancara sEntra pada hari Jumat (06/10/2023). “Hambatannya sih lebih ke arah ini ya, maksudnya, pas hari-h syuting gitu jadi benar-benar buat masang-masang lighting nya itu kendala banget. Soalnya ada lighting yang harus dipasang di atas yang ternyata memang susah gitu, harus diakalin. Dengan banyak ruangan yang bocor jadi harus ditutupin pakai banyak kain gitu sih.” ujarnya.

Melalui acara screening film seperti Wonderland Cinema, mahasiswa Universitas Widyatama, khususnya Mahasiswa prodi FTV diharapkan dapat mengembangkan potensi serta kemampuan diri dalam pembuatan film. 

Pos terkait